• Home
  • Features
  • Fiksi
  • Travel
  • Privacy Policy
  • Tips mengurangi kesedihan

    Kadang saya ingin menyerah, tapi agamaku mengajarkanku untuk tetap bersabar.


    Kehidupan seperti roller coaster, naik turun. Kadang senang, kadang sedih. Menurut saya, porsinya sama, jika senangnya tiga maka sedihnya juga tiga. Tapi kebanyakan (saya bilang kebanyakan loh ya, jadi tidak semua) merasa porsi kesedihan lebih banyak. Kebanyakan dari kita terlalu fokus pada kesedihan jika kesedihan datang dan lalai jika kebahagiaan yang menghampiri. Seperti yang pernah saya baca (maaf lupa sumbernya) "Jika manusia bahagia, ia akan mengingat kesedihannya. Namun jika manusia sedih, ia akan tetap akan mengingat kesedihan dan lupa pada kebahagiaan yang pernah ia alami." Mungkin kata-katanya tidak seperti itu tapi makna yang saya tangkap kurang lebih seperti itu.

    Ada manusia (termasuk saya) terlalu mudah terjerumus dalam kesedihan. Sedikit-sedikit galau, sedikit-sedikit gundah, sedikit-sedikit sakit hati. Mungkin manusia-manusia seperti ini manusia yang perasaannya sensitif. Belum apa-apa sudah meneteskan air mata, belum apa-apa sudah mengeluh. 

    Lalu bagaimana cara mengatasi perasaan sensitif yang mungkin sudah mendarahdaging di dalam diri? -itu pertanyaan besar saya. 

    Beberapa orang memberi tips kepada saya.
    Pertama:
    'Panta Rhei' - seseorang menyarankan kepada saya untuk meyakini bahwa segala sesuatu di dunia ini pasti akan berlalu. Kesedihan dan kebahagiaan tidak akan pernah abadi. Mereka akan silih berganti. Semua akan berlalu, rasa sakit akan berlalu, rasa bahagia akan berlalu. Jadi inti dari yang saya tangkap adalah, jalani saja. Mau sedih, mau bahagia, jalani saja, maju saja. 
    Kedua:
    Berimajinasi - seseorang menyarankan kepada saya untuk menganggap kesedihan itu sebuah bungkus kado, yang semakin bagus isinya maka semakin susah untuk membukanya. Jadi, jika kita mendapat kesedihan yang sangat maka kita harus yakini akan ada kebahagiaan yang sangat juga.
    Ketiga:
    Agama - seseorang menyarankan kepada saya untuk semakin dalam mempelajari ilmu agama, serta semakin dekat lagi dengan Sang Pencipta sekaligus Sang Pengatur. Karena dengan dekat padaNya semua akan  baik-baik saja. Dan dari sanalah saya membuat kalimat penyemangatku sendiri. Kalimat itu kalimat pembuka tulisan ini.

    (Siapa tahu ada salahsatu diantara manusia di bumi ini yang membaca tulisan ini. Mohon kiranya berbagi tips di kolom komentar jika ada tambahan tips dari kalian.)



    Saat ini saya sedang belajar. Belajar mengendalikan kesedihan, dan belajar fokus pada kebahagiaan. Itu mengapa saya menulis ini. Dengan menulis seperti ini dan mempublikasikannya, saya akan memiliki alarm pengingat setiap saya membacanya. -harap maklum jika kalian bertemu saya dan masih terlihat dikuasai aura kesedihan. Karena ya, ini, saya masih belajar-.

    Posting Komentar