Ada kalanya, dalam hidup, kita menemukan kebenaran yang tak ingin kita ketahui. Kebenaran yang hadir tanpa diundang,muncul dari celah-celah kejujuran orang lain yang terbuka, dari bisikan yang tak sengaja terdengar, atau dari intuisi yang terlalu jujur untuk diabaikan. Dan ketika kebenaran itu menyakitkan, kita dihadapkan pada satu pilihan yang tidak mudah: membicarakannya, atau… berpura-pura tidak tahu apa-apa.
Pura-pura tidak tahu bukan berarti lemah. Ia adalah bentuk kekuatan yang terbungkus dalam diam. Kadang, berpura-pura tidak tahu adalah keputusan paling bijak untuk menjaga kewarasan diri sendiri dan ketenangan sekitar. Apalagi ketika apa yang kita ketahui adalah luka dari masa lalu, luka yang jika diungkit hanya akan membuka kembali luka yang nyaris sembuh.
Tahu Tapi Diam: Luka yang Disimpan Sendiri
Mungkin kita tahu bahwa seseorang pernah berlaku tidak adil, pernah menyakiti dari belakang, pernah berkata buruk saat kita tak ada. Tapi waktu berlalu, dan orang itu kini hadir dengan sikap berbeda, lebih baik, lebih tulus, atau setidaknya, terlihat mencoba. Di sinilah pergumulan itu muncul: apakah kita membalas dengan kebenaran yang kita pegang, atau membiarkan semuanya berjalan seperti biasanya?
Pura-pura tidak tahu dalam situasi ini adalah cara untuk tidak memperkeruh air yang mulai jernih. Kita memilih untuk diam bukan karena lupa, tapi karena sadar bahwa mengungkit masa lalu tidak selalu membawa kebaikan. Kita memilih untuk memeluk luka kita sendiri dalam diam, karena tahu, mengungkap semuanya hanya akan menambah luka baru, bagi kita, juga bagi mereka.
Kesembuhan Tidak Selalu Datang dari Konfrontasi
Dalam banyak kasus, kita diajarkan bahwa konfrontasi adalah jalan menuju penyembuhan. Tapi tidak semua luka perlu dihadapkan langsung pada pelakunya. Ada luka yang justru sembuh karena dibiarkan tenang, karena tidak terus digaruk. Kita memilih diam karena ingin sembuh, bukan karena takut.
Kesembuhan itu, kadang, datang saat kita belajar menerima bahwa tidak semua kebenaran harus dibagikan. Kadang, kedewasaan adalah ketika kita bisa memisahkan antara apa yang ingin kita lakukan dan apa yang sebaiknya kita lakukan.
Diam yang Melindungi
Pura-pura tidak tahu juga bisa menjadi bentuk perlindungan bagi orang lain. Bisa jadi, mereka telah berubah. Bisa jadi, mereka telah menyesali apa yang pernah mereka lakukan. Dan jika kita tahu mereka sedang berusaha menjadi versi yang lebih baik dari diri mereka, kadang memberi mereka ruang adalah kebaikan yang diam-diam kita berikan.
Tentu, bukan berarti kita memaklumi segala hal. Ini bukan tentang membiarkan orang terus menyakiti kita. Ini adalah tentang memilih pertempuran kita. Tidak semua pertempuran harus dimenangkan dengan suara. Kadang, kemenangan sejati adalah ketika kita bisa tetap tenang, menjaga hubungan, dan tetap bisa tidur nyenyak meski hati pernah terluka.
Akhirnya, Ini Tentang Kamu
Keputusan untuk pura-pura tidak tahu selalu kembali padamu. Hanya kamu yang tahu seberapa dalam lukanya, seberapa besar artinya orang itu, dan seberapa kuat dirimu hari ini. Tapi ingat, memilih diam tidak selalu berarti menyerah. Kadang, itu adalah cara paling berani untuk melindungi kedamaian yang sudah susah payah kamu bangun.
Karena pada akhirnya, tidak semua luka harus diceritakan. Tidak semua kebenaran harus diumbar. Kadang, yang paling menyembuhkan adalah ketika kita bisa menatap seseorang yang pernah menyakiti kita… dan tetap tersenyum, seolah tak pernah tahu apa-apa.
Tidak tahu apa yang sedang kamu jalani. Tapi jangan terlalu dipendam, bicarakan dengan orang terdekat, jika masih belum percaya pada siapapun, bicarakan dengan Allah SWT meski tanpa bicarapun Dia sudah tahu.
BalasHapus