Untuk Tere Liye,
Terima kasih sudah menghadirkan Eliana, Pukat, Burlian dan Amelia.
Keempat saudara itu sedikit banyak telah merubah pemikiran saya yang dulunya
sempit. Pelajaran-pelajaran berharga, nasehat serta renungan-renungan yang
datang dari cerita mereka membuat saya belajar banyak tanpa merasa digurui.
Jujur saya membaca novel ini bukan dari membeli sendiri tapi
dipinjamkan oleh teman –yang baik hati dan juga pengoleksi novel Tere Liye.
Seperti biasanya sebelum membaca novel saya pasti bertanya apa ini bagus,
ceritanya menarik atau tidak dan blablabla… sampai akhirnya teman saya
menyarankan membaca serial mamak ini. Melihat judulnya, saya mulai bertanya ini
itu pada teman saya dan ya akhirnya saya memutuskan membaca Amelia terlebih
dahulu, kenapa? Ya… karena Amelia anak bungsu, seperti saya.
Dari novel Amelia, saya merenungi banyak hal. Saya merasa sangat
beruntung membaca cerita Amelia. Bahkan ada beberapa bagian cerita –yang
meskipun tidak sedih, membuat saya menangis. Pertanyan ‘kenapa anak bungsu
dicap manja, Kenapa anak bungsu sangat dikhawatirkan kalau pergi jauh, Dan
kenapa-kenapa lainnya,’ yang juga selalu menjadi pertanyaan saya. Namun ada satu
pertanyaan yang lebih dalam dari pertanyaan lainnya yaitu, ‘Kenapa anak bungsu yang
harus menunggu rumah?’. Membaca novel Amelia, sedikit banyak membuka
pemikiran-pemikiran saya yang dulunya sangat sempit atas pertnyaan-pertanyaan
itu. Banyak hal yang membuat saya iri dari Amelia, meski sebenarnya dia juga
sering sakit-sakitan, tapi dia sangat kuat. Kuat hatinya.
Burlian, anak ketiga. Si spesial. Ah.. dari semua cerita, saya
paling iri membaca cerita bahwa Burlian ada kaitannya dengan Jepang. Masih
kecil dia sudah berteman dengan Nakamura-san, bahkan saling bertukar surat
dengan anak Nakamura-san yang tinggal di Jepang, hingga akhirnya Burlian ke
Jepang. Saya yang tiga tahun lebih belajar bahasa dan budaya Jepang, belum
pernah sekalipun ke Jepang. Ahh.. Burlian, saya sungguh iri. Paling jahil
bersaudara membuat Burlian sering mendapat masalah, bahkan hampir ditelan buaya
hidup-hidup. Kocak, Burlian memang kocak. Saya sangat suka dengan karakter
Burlian. Saya belajar bahwa hidup itu harus diselingi dengan humor jangan serius
melulu lewat cerita-cerita Burlian. Anak spesial.
Calon peneliti hebat, yang selalu memiliki jawaban dari semua
pertanyaan, si pintar Pukat. Saya belajar nilai kejujuran dan persahabatan dari
Pukat. Cerita pertengkaran Pukat dengan sahabatnya Raju membuat saya sedikit
malu mengingat kejadian yang sama saat masih sekolah dulu, bertengkar dengan
teman hanya karena masalah sepele. Saya suka dengan Pukat, dia kreatif, tidak
pernah kehabisan ide dan ya jelas sangat pintar.
Kakak sulung, Eliana. Meski saya anak bungsu, saya tahu banyak
bagaimana perangai dan perasaan seorang sulung –yang ya memang selalu momok
menyebalkan buat adiknya jika mengomel. Keberanian Eliana melakukan hal-hal
yang diluar kebiasaan anak kecil lainnya membuatnya menjadi seorang yang selalu
dipanggil pemberani oleh sebagian besar warga kampung. Saya yakin sangat sedikit
gadis kecil yang seberani Eliana mengusir penambang pasir di kampung. Dia
memang benar-benar berani.
Keempat saudara itu bukan siapa-siapa tanpa kehebatan kedua
orangtuanya. Bapak dan emak. Ah, cerita romantis –sebenarnya dramatik, Bapak
memperjuangkan Emak membuatku salut. Jodoh memang tidak ada yang tahu, bahkan
pertemuannya pun tidak ada yang bisa menebak. Seperti kalimat yang ada di dalam
novel, Kata tetua bijak, manusia memiliki sendiri hari-hari spesialnya.
Termasuk salah-satunya hari ketika kita bertemu dengan pasangan hidup. Setelah
memiliki anak, mereka mendidik keempat anaknya dengan baik, dan mungkin bahkan
bisa dijadikan contoh bagi semua orangtua agar anaknya seberhasil Eliana,
Pukat, Burlian dan Amelia.
Dari semua tokoh yang hadir di keempat novel tersebut, terima kasih
terdalam buat Tere Liye yang telah menghadirkan mereka. Mereka seperti nyata
bagi saya, mereka ada di belahan bumi ini, dan sekarang mereka telah menjadi
orang hebat, orang besar. Terima kasih untuk Tere Liye yang menghadirkan
keempat novel ini. Menjadikan bacaan yang bukan hanya sekedar novel tapi juga
buku pelajaran bagi saya. Pelajaran kehidupan.
Posting Komentar