Supernova



        Saat merenung dan memikirkan langit, saya tiba-tiba teringat supernova. Segera saya tanyakan pada dia. Dia yang menurutku pasti bisa menangkap apa sebenarnya maksud pertanyaanku. Dan tepat, dia seperti telah membaca pikiranku yang berbasa-basi tentang supernova dan langit namun sebenarnya berfikir tentang manusia dan akhir dari manusia itu sendiri.



Aku : Supernova itu apa?
Dia : Ledakan bintang, kenapa?
Aku : Kasian bintangnya.
Dia : kenapa kasian? Memang sunnatullahnya begitu.
Aku : Matahari juga bakalan begitu?
Dia : Iya, kalau tidak padam, dia meledak.
Aku : Deh... ngeri... buat apa jadi bintang kalau akhirnya meledak, hilang...
(Dia tidak menjawabnya, dia malah bilang...)
Dia : Buat apa jadi manusia kalau akhirnya meninggal.


          Dan setelah percakapan itu, aku merenung kembali. Bukan...bukan merenung, tepatnya bertanya pada diriku sendiri. Buat apa aku hidup? apa yang telah kulakukan di kehidupanku?

       Sudah belasan tahun aku hidup, tapi masih merasa tak berguna. Setidaknya sebelum meledak, bintang berbagi cahaya, dia telah menerangi langkah-langkah sang pemimpi di dunia ini. Aku... aku belum bisa mengatakan diriku sebagai bintang (yang pada akhirnya meledak), bahkan mungkin sangat jauh dari sifat bintang yang memberi cahaya bagi banyak kehidupan.

        Namun, setiap detik dan setiap langkah yang kujalani ada doa disana. Aku meminta agar aku diberi kesempatan untuk menjadi bintang (yang memberi cahaya bagi banyak kehidupan) sebelum akhirnya aku meledak, dan hilang...




-iLa-

Komentar

Posting Komentar