SANG PAHLAWAN

Hari-hari melelahkan mereka hadapi dengan kesabaran hati. Berkeliling pasar sambil menawarkan plastik-plastik besar tempat menyimpan hasil belanjaan. Kadang mereka kecewa jika ibu-ibu menolak untuk membeli plasti-plastik yang mereka tawarkan. Tapi tak jarang pulang ibu-ibu yang membeli banyak barang dan tidak membawa keranjang belanjaan memanggil mereka, disaat seperti itulah senyum-senyum indah keluar dari bibir anak-anak penjual plastik-plastik itu. Salah seorang diantara mereka bernama Ito,dia seorang anak yang berusia 10 tahun. Ayahnya sudah tiada dan ibunya tidak memepunyai pekerjaan tetap. Karena Ito anak sulung dari tiga bersaudara jadi dia harus berusaha membantu ibunya mencari uang dengan cara menjual plastik-plastik di pasar hanya untuk membeli makanan untuk dirinya dan adik-adiknya yang masih kecil-kecil. Dalam hati Ito selalu menjerit ingin rasanya sekolah tapi keadaan tak memungkinkan,untuk makan setiap hari saja susah apa lagi biaya untuk sekolah. Tapi tak pernah terlintas sedikitpun di hati Ito untuk mengeluh menghadapi pahitnya hidup yang harus dia jalani, dia selalu saja bersyukur dengan apa yang dia peroleh. Bahkan disaat dia tak berhasil menjual plastic-plastiknya pun dia selalu bersyukur dan tak mengeluh seperti yang dialami sebagian temannya di pasar. Hari ini suasana pasar sangat ramai, maklum satu minggu lagi lebaran idul adha. Plastik-plastik jualan Ito hari ini semuanya laku, begitupun teman-temannya. Setelah plastik-plastik Ito habis terjual tapi hari masih sangat pagi jadi Ito beralih profesi menawarkan jasa membantu ibu-bu membawakan belanjaannya. Walau banyak ibu-ibu yang tak menghiraukan Ito dan kawan-kawan tapi tak jarang pula ibu-ibu itu menerima tawaran Ito dan kawan-kawan. Hari ini Ito mendapat hasil yang sangat banyak, bahkan tiga kali lipat dari hari-hari biasa.
Di pasar tak jarang pula terlihat anak-anak berewokan lalu alang tak jelas apa yang mereka lakukan, hanya menambah sesaknya pasar. Diantara anak-anak berewokan itu seorang anak yang berusia sekitar 15 tahun yang biasa di panggil Coki sering mencari ulah, tak jarang dia ditemukan mencuri gorengan Mas Dani,sering pula dia kedapatan memakan buah yang Mbak Tini jual. Coki memang musuh anak-anak pasar tapi anggota-anggota Coki juga banyak, jadi anak-anak pasar tak bisa berbuat apa-apa. Pernah ada seorang teman Ito mengadukan Coki dan kawan-kawan kepada Satpam pasar karena Coki dan kawan-kawan mengambil semua hasil jualan Ito dan kawan-kawan, tapi setelah Coki dimarahi oleh Pak Satpam, Coki dan kawan-kawan memberi pelajaran pada teman Ito dengan cara memukulinya sampai babakbelur. Setelah peristiwa itu tak ada lagi anak-anak pasar yang berani menentang Coki apalagi mngadukannya pada Pak Satpam setiap Coki berbuat ulah.
Keesokan harinya, pagi-pagi betul Ito sudah ada di pasar. Dia memang mempunyai prinsip untuk tidak bermalas-malasan. Walau hanya terlihat beberapa orang yang berbelanja di pasar Ito sudah beberapa kali mengelilingi pasar menawarkan plastic-plastiknya. Matahari sudah menyengat tapi baru seperempat plastik-plastik Ito yang terjual, maklum disaat-saat menjelang Lebaran Idul Adha banyak anak-anakyang turun ke pasar untuk mencari uang, ya salah satunya dengan menjual plastic-plastik seperti Ito.
Kali ini anak-anak berewokan itu tampak asyik duduk-duduk di depan sebuah took yang tutup, sesekali terlihat mereka menjaili anak-anak pasar lainnya yang lewat di dekat mereka. Tak jauh dari tempat anak-anak berewokan itu tampak seorang Bapak-bapak sedang membeli pisau cukur, mungkin untuk mencukur kumisnya yang memang sudah sangat tidak rapi. Saat bapak-bapak itu mengeluarkan dompetnya untuk membayar pisau cukur itu Coki tak sengaja lewat di dekat Bapak-bapak itu. Coki melihat isi dompet itu, tampak beberapa lembar uang limapuluh ribuan di dalam dompet itu. Terlintas difikiran Coki untuk mengambil dompet itu. Diam-diam Coki menghampiri bapak-bapak itu dan secepat kilat dia mengulurkan tangannya untuk mengambil dompet itu.
“ awas Pak….copet…!!!” teriak Ito yang tak sengaja menyaksikan kejadiaan itu. Bapak itu kaget dan berbalik tapi dompet itu sudah ada ditangan Coki sekarang. Dengan cepat Coki berlari sebisa mungkin, bapak-bapak itupun mengejarnya sambil meneriakkan.”maling…maling…”. melihat hal itu Ito mendapat ide dan berbalik arah memsuki lorong-lorong pasar dan ternyata Ito melihat Coki berlari kearah dimana dia berdiri. Saat Coki hamper berada di dekatnya, dia segera mendorong sebuah meja yang sudah tidak terpakai lagi dan alhasil Coki menabrak meja itu dan terjatuh. Bapak-bapak itu ssangat berterima kasih pasa Ito yang telah membantunya menangkap pencopet itu.
“ terima kasih ya nak….” Ucap bapak itu sambil menyodorkan lembaran duapuluh ribuan kepada Ito. Tapi Ito menolaknya “ sama-sama Pak tapi saya nda bisa terima uang itu…”
“nda papa ko’ nak ambil saja” bujuk bapak-bapak itu
“wah. Maaf pak, ibu saya mengajari saya untuk tidak menerima uang yang bukan kerja keras saya”
“oh… kalau begitu anggap saja ini sebagai imbalan karena kamu sudah menolong saya”
“sekali lagi maaf dan terima kasih pak tapi itukan sudah kewajiban kita semua untuk membantu sesame apalagi sama orang yang lebih tua dari kita, iya kan pak!!”
“siapa yang mengajarimi berkata seperti itu??” Tanya bapak itu
“ almarhum ayah saya pak” jawab Ito
“oh,,,kalau kamu tidak mau ya sudah tapi tunggu sebentar disini ya, saya kesana dulu beli air minum “
Tak lama keudian bapak-bapak itu datang dan membawa dua botol minuman dingin “ ini untukmu tapi yang ini jangan ditolak ya!!”
“terima kasih pak, saya memang haus…heee…” jawab Ito sambil senyum
“ ya sudah bapak pergi dulu ya… terima kasih kalau tidak ada kamu sudah lenyap dompet saya” ucap Bapak itu dan beranjak meninggalkan Ito yang sedang asyik menikmati minuman dinginnya.

THE END

Komentar